Nama: Riri MarsallindaNIM : 1900006030Kelas : A / Semester 6Mata Kuliah : Ilmu Dakwah
Perasaan baru kemarin masuk SMA, sekarang sudah mau kuliah. Perasaan baru kemarin anak kita main-main dan kita gendong-gendong, sekarang sudah minta nikah. Perasaan baru kemarin anak nikah, sekarang sudah memberi banyak cucu. Perasaan baru kemarin bertemu dengan sahabat-sahabatku, sekarang satu-per satu mereka mulai berpulang menghadap Allah, di usia yang sudah puluhan tahun ini. Demikianlah, dunia […] The post Dunia Di Tangan, Akhirat Di Hati first appeared on Majelis Tabligh Muhammadiyah. Perasaan baru kemarin masuk SMA, sekarang sudah mau kuliah. Perasaan baru kemarin anak kita main-main dan kita gendong-gendong, sekarang sudah minta nikah. Perasaan baru kemarin anak nikah, sekarang sudah memberi banyak cucu. Perasaan baru kemarin bertemu dengan sahabat-sahabatku, sekarang satu-per satu mereka mulai berpulang menghadap Allah, di usia yang sudah puluhan tahun ini. Demikianlah, dunia ini terasa sangat sebentar, sedangkan akhirat adalah kampung abadi, kekal dan dikekalkan selama-lamanya. Tetapi, mengapa kita selalu melupakan akhirat? Dunia ini sangat singkat, jika dibandingkan dengan kehidupan satu hari di akhirat yang setara tahun di dunia. Allah berfirman “Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” QS. Al Hajj 47 Umur manusia rata-rata adalah 60-70 tahun, sebagaimana dalam hadis “Umur-umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit orang yang bisa melampui umur tersebut”. HR. Ibnu Majah Jika satu hari akhirat sama dengan tahun, sementara umur manusia 60-70 tahun rata-rata= 65, maka kehidupan di dunia kurang lebih hanya 1,5 jam saja kehidupan di akhirat. Karenanya, berbagai kesenangan dunia yang melalaikan kita akan akhirat, adalah kesenangan yang amat sangat sebentar. Allah berfirman “Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang- orang yang bertakwa.” QS. An NIsa’ 77 “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” QS. Ali Imran 185 Semoga kita selalu ingat kampung abadi akhirat dan dunia tidak melalaikan kita Jadikan motto hidup kita Dunia di tangan, Akhirat selalu di hati. * * Ferry Is Mirza DM, Aktivis Muhammadiyah dan Sekretaris Dewan Kehormatan PWI JatimThe post Dunia Di Tangan, Akhirat Di Hati first appeared on Majelis Tabligh Muhammadiyah.
MenurutImam Al Ghozali zuhud adalah memalingkan diri dari kehidupan Dunia, dan tertuju kepada Allah SWT. Sdangkan menurut Ibnu Taimiyah, Zuhud adalah 'meninggalkan apa yang tidak bermanfaat, demi kehidupan Akhirat'. Atau mengatur kadar kecintaan kita terhadap kehidupan Dunia, agar dapat menjadikan Akhirat sebagai tujuan hidup utama.
Saudaraku, kita perlu sadari dan selalu ingat bahwa dunia ini hanya sementara saja. Hendaknya kita sadar bahwa dunia yang kita cari dengan susah payah ini tidak akan bisa kita bawa menuju kampung abadi kita yaitu kampung Sammak Muhammad bin Shubaih rahimahullah berkata,هب الدنيا في يديك ، ومثلها ضم إليك ، وهب المشرق والمغرب يجيء إليك ، فإذا جاءك الموت ، فماذا في يديك“Anggaplah dunia ada di genggaman tanganmu dan ditambahkan yang semisalnya. Anggaplah perbendaharaan timur dan barat datang kepadamu, akan tetapi jika kematian datang, apa gunanya yang ada di genggamanmu?” Siyarul A’lam An-Nubala 8/330Banyak sekali ayat dalam Al-Quran yang mengingatkan kita bahwa kehidupan dunia ini hanya sementara saja. Janganlah kita lalai dan tertipu seolah-olah akan hidup di dunia selamanya dengan mengumpulkan dan menumpuk harta yang sangat banyak sehingga melalaikan kehidupan akhirat Ta’ala berfirman,إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِاللَّهِ الْغَرُورُ“Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan pula penipu syaitan memperdayakan kamu dalam mentaati Allah.” Luqmaan 33Allah juga berfirman,ﻭَﻣَﺎ ﺍﻟْﺤَﻴَﺎﺓُ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﻣَﺘَﺎﻉُ ﺍﻟْﻐُﺮُﻭﺭِ“Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” Ali Imran 185Allah juga berfirman,اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا وَفِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” Al Hadid 20Jika direnungi, ternyata harta kita yang sesungguhnya hanya tiga saja. Selain itu, bukan lah harta kita, walaupun hakikatnya itu adalah milik kita di dunia, karena MAYORITAS harta sejatinya hanya kita tumpuk saja dan bisa jadi BUKAN kita yang menikmati, hanya sekedar dimiliki saja atau KOLEKSI harta sejati yang kita nikmati, itupun menikmati sementara saja yaitu1. Makanan yang kita makanMakanan yang di kulkas belum tentu kita yang menikmati semua. Makanan yang di gudang belum tentu kita yang menikmati semua. Uang yang kita simpan untuk beli makanan belum tentu kita yang menikmati. Ketika menikmati makanan pun ini hanya sesaat dari keseharian kita, hanya melewati lidah dan kerongkongan sebentar saja2. Pakaian yang kita pakaiTermasuk sarana yang kita pakai seperti sepatu, kendaraan serta rumah kita. Ini yang kita nikmati. Akan tetapi inipun sementara saja karena pakaian bisa usang sedangkan rumah akan diwariskan3. SedekahIni adalah harta kita yang sebenarnya, sangat berguna di akkhirat kelak. Inipun berlalu sebentar dari genggaman kita di duniaSelebihnya harta yang kita tumpul hakikatnya bukan harta kita, kita tidak menikmatinya atau hanya menikmati sesaat saja. Misalnya menumpuk harta -Rumah ada dua atau tiga, yang kita nikmati utamanya hanya satu rumah saja -Uang tabungan di bank beratus-ratus juta atau miliyaran, yang kita nikmati hanya sedikit saja selebihnya kita hanya kita simpan -Punya kebun yang luas, punya toko yang besar, hanya kita nikmati sesaat sajaInilah yang dimaksud hadits, harta sejati hanya tigaRasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﺑْﻦُ ﺁﺩَﻡَ ﻣَﺎﻟِﻰ ﻣَﺎﻟِﻰ – ﻗَﺎﻝَ – ﻭَﻫَﻞْ ﻟَﻚَ ﻳَﺎ ﺍﺑْﻦَ ﺁﺩَﻡَ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻟِﻚَ ﺇِﻻَّ ﻣَﺎ ﺃَﻛَﻠْﺖَ ﻓَﺄَﻓْﻨَﻴْﺖَ ﺃَﻭْ ﻟَﺒِﺴْﺖَ ﻓَﺄَﺑْﻠَﻴْﺖَ ﺃَﻭْ ﺗَﺼَﺪَّﻗْﺖَ ﻓَﺄَﻣْﻀَﻴْﺖَ“Manusia berkata, “Hartaku-hartaku.” Beliau bersabda, “Wahai manusia, apakah benar engkau memiliki harta? Bukankah yang engkau makan akan lenyap begitu saja? Bukankah pakaian yang engkau kenakan juga akan usang? Bukankah yang engkau sedekahkan akan berlalu begitu saja? ” HR. Muslim no. 2958Riwayat yang lain,ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻣَﺎﻟِﻰ ﻣَﺎﻟِﻰ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻟِﻪِ ﺛَﻼَﺙٌ ﻣَﺎ ﺃَﻛَﻞَ ﻓَﺄَﻓْﻨَﻰ ﺃَﻭْ ﻟَﺒِﺲَ ﻓَﺄَﺑْﻠَﻰ ﺃَﻭْ ﺃَﻋْﻄَﻰ ﻓَﺎﻗْﺘَﻨَﻰ ﻭَﻣَﺎ ﺳِﻮَﻯ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻬُﻮَ ﺫَﺍﻫِﺐٌ ﻭَﺗَﺎﺭِﻛُﻪُ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ“Hamba berkata, “Harta-hartaku.” Bukankah hartanya itu hanyalah tiga yang ia makan dan akan sirna, yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri yang sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberi pada orang-orang yang ia tinggalkan. ” HR. Muslim no. 2959Dunia memang kita butuhkan dan tidak terlalrang kita mencari harta dan dunia akan tetapi harus kita tujukan untuk orientasi semoga bermanfaat Yogyakarta TercintaPenyusun Raehanul BahraenArtikel
Jadikanakhirat di hatimu. Maksud dari menjadikan Akhirat di hati seseorang ialah hati lebih tentram serta cinta terhadap amalan yang berguna bagi akhiratnya kelak (amal salih). Sungguh sifat tamak muncul karena sebab kecintaan serta keterkaitan hati seseorang terhadap suatu harta dunia. Oleh karena itulah Islam seakan mengajarkan untuk
0% found this document useful 0 votes2 views22 pagesOriginal TitleDunia di Genggaman, Akhirat di HatiCopyright© © All Rights ReservedShare this documentDid you find this document useful?0% found this document useful 0 votes2 views22 pagesDunia Di Genggaman, Akhirat Di HatiOriginal TitleDunia di Genggaman, Akhirat di HatiJump to Page You are on page 1of 22 You're Reading a Free Preview Pages 6 to 11 are not shown in this preview. You're Reading a Free Preview Pages 15 to 20 are not shown in this preview. Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Inijuga yang menjadi dasar kenapa banyak quote - quote islam inspitarif yang mengajari kita agar meletakkan Dunia dalam genggaman dan Akhirat di Hati kita. Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, ia berkata: "Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam memegang pundakku, lalu bersabda Jadilah engkau di Dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atauOleh Ustadz Ammi Nur Baits Bismillah was shalatu was salamu ala Rasulillah, wa ba’du, Dunia hanya di tangan, tidak di hati Seperti itulah dunia di mata para sahabat… sehingga mereka menjadi manusia yang paling zuhud, mekipun mereka memiliki kekayaan yang sangat banyak. Ibnul Qoyim mengatakan, والأصل هو قطع علائق الباطن ، فمتى قطعها لم تضره علائق الظاهر ، فمتى كان المال في يدك وليس في قلبك لم يضرك ولو كثر ، ومتى كان في قلبك ضرك ولو لم يكن في يدك منه شيء Prinsipnya adalah memutus hubungan dengan batin. Ketika orang telah berhasil memutusnya, kondisi lahiriyah tidak akan mempengaruhinya. Sehingga selama harta itu hanya ada di tanganmu, dan tidak sampai ke hatimu, maka harta itu tidak akan memberikan pengaruh kepadamu, meskipun banyak. Dan jika harta itu bersemayam di hatimu, maka dia akan membahayakan dirimu, meskipun di tanganmu tidak ada harta sedikitpun. Madarijus Salikin, hlm. 465. Ibnul Qoyim menyebutkan riwayat dari Imam Ahmad, Ada orang yang bertanya kepada Imam Ahmad, أيكون الرجل زاهدا ، ومعه ألف دينار؟ Apakah seseorang bisa menjadi zuhud, sementara dia memiliki 1000 dinar? Jawab beliau, نعم على شريطة ألا يفرح إذا زادت ولا يحزن إذا نقصت ، ولهذا كان الصحابة أزهد الأمة مع ما بأيديهم من الأموال Betul, dengan syarat, dia tidak merasa bangga ketika hartanya bertambah dan tidak sedih ketika hartanya berkurang. Karena itulah, para sahabat menjadi generasi paling zuhud, meskipun mereka memiliki banyak harta. Pertanyaan semisal juga pernah disampaikan kepada Sufyan at-Tsauri, أيكون ذو المال زاهدا ؟ Apakah orang yang kaya bisa menjadi zuhud? Jawab Imam Sufyan, نعم؛ إن كان إذا زيد في ماله شكر ، وإن نقص شكر وصبر Betul, jika dia bisa menjadi orang yang apabila hartanya bertambah, dia bersyukur, dan jika hartanya berkurang, dia tetap bersyukur dan bersabar. Madarij Salikin, hlm. 466. Ibnul Qoyim melanjutkan, Memutus hubungan agar dunia tidak berada di hatinya, akan semakin terpuji apabila itu dilakukan karena 2 alasan, [1] Karena kekhawatiran itu bisa membahayakan agamanya. [2] Ketika dia merasa tidak ada maslahat besar di sana. Dunia yang Kita Butuhkan, Layaknya Toilet Semua orang butuh toilet… butuh tempat buang air.. namun tidak ada orang yang mencintai toilet. Mereka hanya akan menggunakannya ketika mereka butuh, tanpa harus mencintainya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, ثم ينبغي له أن يأخذ المال بسخاوة نفس؛ ليبارك له فيه، ولا يأخذه بإشراف وهلع؛ بل يكون المال عنده بمنزلة الخلاء الذي يحتاج إليه من غير أن يكون له في القلب مكانة Hendaknya orang itu mengambil harta dengan jiwa yang tidak bernafsu, agar hartanya diberkahi. Dan tidak mengambilnya dengan menggebu-gebu dan perasaan takut kurang. Namun harta di sisinya seperti toilet, yang dia butuhkan, tanpa ada posisi sedikitpun di dalam hatinya. Az-Zuhd wal Wara’, Syaikhul Islam, hlm. 75 Belajar Zuhud Terhadap Dunia… Zuhud itu amal hati. Belajar zuhud berarti mengendalikan suasana hati meniru kondisi manusia zuhud di masa silam… ada 3 hal yang bisa kita suasanakan, Pertama, hendaknya seorang hamba lebih meyakini apa yang ada di tangan Allah, dari pada apa yang ada di tangannya. Allah menjanjikan kebaikan dunia akhirat bagi mereka yang bertaqwa kepada-Nya. Sehingga ketika dia melihat dunia, dia tidak silau dan memandang janji Allah lebih hebat dibandingkan yang dia lihat… Ketika Nabi Sulaiman alaihis shalatu was salam menerima hadiah dari ratu Saba’, berupa harta yang sangat banyak, beliau sama sekali tidak terheran, dan beliau mengatakan, قَالَ أَتُمِدُّونَنِ بِمَالٍ فَمَا آَتَانِيَ اللَّهُ خَيْرٌ مِمَّا آَتَاكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بِهَدِيَّتِكُمْ تَفْرَحُونَ Sulaiman berkata, Apakah kalian akan menyogokku dengan harta, padahal apa yang diberikan Allah kepadaku, lebih baik dibandingkan apa yang kalian berikan. Namun kalian merasa bangga dengan hadiah kalian.’ QS. an-Naml 36. Sufyan bin Uyainah bercerita, Khalifah Hisyam bin Abdul Malik pernah menemui Salim bin Abdullah bin Umar. Hisyam menawarkan, “Wahai tuan Salim, silahkan minta kepadaku apa yang anda butuhkan.” Jawab Salim, إِنِّي أَسْتَحِي مِنَ اللَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنْ أَسْأَلَ فِي بَيْتِ اللَّهِ غَيْرَ اللَّهِ “Aku malu kepada Allah Ta’ala, untuk meminta di rumah-Nya kepada selain Allah.” Lalu Salim keluar dari masjid dan diikuti oleh Hisyam. Kata Hisyam, الآنَ قَدْ خَرَجْتَ فَسَلْنِي حَاجَةً “Sekarang anda sudah di luar baitullah. Silahkan minta kebutuhan anda kepadaku..” Tanya Salim, مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا أَمْ مِنْ حَوَائِجِ الآخِرَةِ ؟ “Kebutuhan dunia atau kebutuhan akhirat?” “Kabutuhan dunia.” Jawab Hisyam. Jawab Salim, أَمَا وَاللَّهِ مَا سَأَلْتُ الدُّنْيَا مَنْ يَمْلِكُهَا فَكَيْفَ أَسْأَلُ مَنْ لا يَمْلِكُهَا “Demi Allah, aku tidak ingin meminta dunia kepada Dzat yang memilikinya, lalu bagaimana mungkin aku memintanya kepada orang yang tidak memilikinya?” Masyikhah Ibn Jamaah Ini bisa dilakukan dengan membangun keyakinan mendalam tentang bagaimana Allah memberikan rizki kepada para hamba-Nya, serta janji besar yang Allah berikan kepada para hamba-Nya yang bertaqwa. Kedua, hendaknya seorang hamba berusaha bersabar ketika mendapat musibah yang mengurangi hartanya atau peluang bisnisnya, dst. Dia mengharap kepada Allah dari musibah yang dia alami. Sehingga berkurangya sebagian dunianya, sama sekali tidak merasa kehilangan. Bagi dia, hartanya bertambah atau berkurang, itu sama saja… Ketika para sahabat berhijrah ke Madinah, meninggalkan kota Mekah, diantara tantangan yang harus mereka hadapi adalah mereka harus siap jadi miskin. Disamping mereka tidak mungkin membawa banyak harta, orang musyrikin Quraisy tidak rela ketika kaum muslimin pergi meninggalkan Mekah dengan membawa banyak hartanya. Tapi bagi para sahabat, itu konsekuensi membela iman… meskipun harus menerima kerugian dunia. Ketiga, bagi dia, orang yang memuji maupun yang mencela dirinya adalah sama, selama dia di atas kebenaran. Ini menunjukkan, dia tidak mencintai dunia. Karena karakter pecinta dunia, dia senang dipuji, dan berat jika dicela. Yang ini bisa menjadi pemicu baginya untuk melanggar larangan Allah karena khawatir dicela. Atau melakukan maksiat, dengan harapan bisa mendapatkan perhatian dari manusia. Ketika orang yang memuji dan mencela sama di hadapannya, berarti dia tidak mempedulikan apa komentar makhluk. Hatinya dipenuhi dengan mencintai Allah, dan berjuang menggapai ridha-Nya, apapun komentar manusia kepadanya. Dikutip dari buku Hakadza Kana as-Shalihun, Khalid Husainan, hlm. 46-47 Allahu a’lam didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia. Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR. SPONSOR hubungi 081 326 333 328 DONASI hubungi 087 882 888 727 REKENING DONASI BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 YAYASAN YUFID NETWORK KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI +62813 26 3333 28
TadabburJuzuk 20 : Meletakkan Akhirat Di Hati, Dunia Di Tangan. 23:23 Tadabbur Al-Quran. Subhanallah, sekejap saja kita dah memasuki juzuk yang ke 20. Kalau tadarus al-Quran, sekejap saja kita dah masuk 2/3 al-Quran. MasyaAllah, cepat masa berlalu. Untuk juzuk ke-20 ini, saya berniat untuk memilih surah al-Qassas.
Doa Abu Bakar “Jadikanlah kami kaum yang memegang dunia dengan tangan kami, bukan hati kami.” Dan doa sahabat Umar Al-Khattab “Ya Allah, tempatkanlah dunia dalam genggaman tangan kami dan jangan kau tempatkan ia di lubuk hati kami.” Sesusah mana pun seseorang itu menjalani kehidupan di dunia, dia mungkin masih juga memilih untuk terus berada di dunia. Jika diberikan pilihan dengan kematian saat ini juga, pasti rata-rata akan berfikir dua kali untuk memilih kematian. Kerana apa? Kerana mereka sudah disajikan dengan nikmat dunia – kebebasan bernafas, makanan yang lazat di dunia; bahkan ada yang dilimpahi kemewahan yang tiada tolok bandingnya dengan orang lain. Namun, pernahkah kita berhenti sejenak dan berfikir – dunia ini hanyalah sementara. Dunia ini pinjaman daripadaNya. Segala apa yang kita nikmati hari ini hanyalah secebis jika dibandingkan dengan nikmat syurgaNya kelak. Apabila tiba saatnya untuk kita meninggalkan dunia ini, segala nikmat dan harta kemewahan yang kita miliki sebelum ini takkan kita bawa bersama. Yang ada hanyalah selembar kain kafan dan amal kita di dunia. Sesungguhnya dunia ini adalah jalan, akhirat itu matlamat dan tujuan yang sebenar-benarnya. Dunia ini hanyalah persinggahan sementara sebelum kita tiba di perkampungan akhirat. Tak salah untuk menghargai nikmat dunia selagi mana kita tahu dan tidak meminggirkan akhirat. Kerana apa? Kerana kita adalah khalifah di bumi Allah, dan kita ada tanggungjawab untuk menghadapi dunia dalam perjalanan menuju akhirat. Suatu hari Umar Al-Khattab berkunjung ke rumah Rasulullah Beliau mendapati Rasulullah Saw sedang berbaring di atas selembar tikar. Setelah masuk dan duduk di samping Rasulullah, Umar Al-Khattab tersedar bahawa tidak ada apa-apa yang menjadi alas tidur Rasulullah selain selembar tikar dan sehelai kain. Beliau mampu melihat dengan jelas bekasan tikar pada kulit tubuh Rasulullah. Umar Al-Khattab terus mengamati keadaan rumah Rasulullah Sangat sederhana. Di satu sudut rumah terdapat sebekas gandum. Di dindingnya tergantung selembar kulit yang sudah disamak. Umar menitiskan air mata melihatkan kesederhanaan manusia yang mulia itu. “Mengapa Engkau menangis wahai Ibnu Khattab?” Tanya Rasulullah. “Ya Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis melihat bekasan tikar di badanmu dan rumah yang hanya diisi barang-barang itu. Padahal Kisra dan Kaisar hidup dalam gelumang harta kemewahan. Engkau adalah Nabi Allah, manusia pilihan. Seharusnya engkau jauh lebih layak mendapatkan kemewahan yang lebih.” Lalu jawab Baginda, “Wahai Ibnu Khattab, apakah engkau tidak redha, kita mendapatkan akhirat, sedang mereka hanya mendapatkan dunia?” ***** Kita hanyalah musafir di dunia fana ini. Segala apa yang kita lakukan di dunia akan dipersoalkan di akhirat kelak. Hatta sekecil perbuatan membeli jarum sekalipun. Kita akan disoal dari mana datangnya wang yang kita gunakan untuk membeli jarum itu, dan apa tujuan jarum itu dibeli. Adakah digunakan ke arah kebaikan dan membawa manfaat untuk orang lain atau sebaliknya? Daripada Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Ambillah dari dunia ini apa yang halal untukmu, jangan kau lupakan bahagianmu dari dunia. Namun jadikanlah dunia itu berada di tanganmu saja, jangan kau jadikan berada di dalam hatimu. Ini yang terpenting.” Syarh Riyadhus Shalihin Pernah dengar kisah mengenai Mush’ab bin Umair? Seorang pemuda di zaman Rasulullah Beliau merupakan pemuda yang paling tampan dan kaya raya di kota Mekah. Namun, ketika Islam datang, beliau meninggalkan kemewahan dunianya demi kebahagiaan akhirat. Ibu dan ayah Mush’ab bertindak mengurung Mush’ab selama beberapa hari dengan harapan bahawa Mush’ab akan meninggalkan Islam. Namun usaha itu tidak sedikitpun melemahkan keyakinan Mush’ab terhadap Islam. Setelah beberapa hari hukuman itu tidak membuahkan hasil, akhirnya Mush’ab dibebaskan buat sementara waktu. Suatu hari Mush’ab melihat ibunya dalam keadaan pucat lesi, lalu beliau bertanyakan sebabnya. Kata ibunya, dia telah berniat di hadapan berhala untuk tidak makan dan minum sehingga Mush’ab meninggalkan Islam. Lalu jawab Mush’ab, “Wahai ibuku, andaikata ibu mempunyai seratus nyawa sekalipun, dan nyawa itu keluar satu persatu, nescaya aku tidak akan meninggalkan Islam sama sekali.” Lemah si ibu mendengarkan kata-kata anaknya. Dengan jawapan tersebut juga, Mush’ab dihalau keluar dari rumah ibunya. Maka Mush’ab pun tinggal bersama Rasulullah dan sahabat-sahabat yang serba daif ketika itu. Zubair bin al-Awwam mengatakan, “Suatu ketika Rasulullah sedang duduk dengan para sahabatnya di Masjid Quba, lalu muncullah Mush’ab bin Umair dengan kain burdah sejenis kain yang kasar yang tidak menutupi tubuhnya secara penuh. Mereka pun menunduk. Mush’ab mendekat dan mengucapkan salam. Mereka menjawab salamnya. Lalu Nabi memuji dan mengatakan hal yang baik-baik tentangnya. Dan beliau bersabda, “Sungguh aku melihat Mush’ab tatkala bersama kedua orang tuanya di Mekah, mereka memuliakannya dan memberinya pelbagai kesenangan dan kenikmatan. Tidak ada pemuda Quraisy yang sama dengan dirinya. Dan dia meninggalkan kenikmatan itu demi cintanya kepada Allah dan RasulNya”.” Hadith Riwayat Hakim Tak salah untuk kita menikmati kemewahan dan nikmat dunia. Kerana itu semua adalah rezeki daripada Allah kepada hamba-hambanya yang berusaha. Namun, seimbangkan dan berkatkan rezeki yang diperolehi itu ke jalan Allah. Seimbangkan antara nikmat dunia dan persiapan kita dalam menghadapi alam akhirat. Ada orang, mereka tidak mahu hidup dalam kemewahan yang melampau, kerana bimbang mereka akan lupa diri. Ada orang, mereka mahu Allah berikan nikmat kemewahan, supaya mereka mampu mengecapinya dengan nikmat memberi. Kita? Bergantung kepada diri kita sendiri, yang mana mahu kita pilih, selagi kita berada betul di landasan redhaNya. Imam Ali pernah berkata, “Kuasai dunia dan pimpinlah dia. Letakkan dia di tanganmu tapi jangan menyimpannya di hatimu.” Mereka yang meletakkan dunia di hati akan mudah merasa kehilangan. Jika hartanya diuji dengan berkurang sedikit, mereka akan mula merasa kerugian. Mereka akan menjadi orang-orang yang sayangkan harta kebendaan dan sukar untuk berkongsi sesama manusia meskipun hal itu membawa kerberkatan padanya. Mereka akan merasa tidak tenang kerana takut harta mereka hilang atau berkurang. Seterusnya, mereka akan sentiasa dihimpit rasa takut untuk menghadapi kematian. Belajar untuk meletakkan dunia di tangan dan bukannya di hati. Kerana sampai satu saat, kita akan terpaksa melepaskan apa yang tergenggam di tangan. Sematkan akhirat di hati, kerana walau sebesar dan senikmat mana pun dunia ini, kita tetap takkan mampu mengetepikan hakikat akhirat. Maklumat Penulis Artikel ini ditulis oleh Nurul Azzianie binti Ahmad Zamri. Berasal dari Kelantan. Masih lagi belajar. Berminat menulis artikel? Anda inginkan supaya hasil penulisan anda diterbitkan dalam website iluvislam? Klik sini.1 Golongan yang baik asal-usulnya, 2. Golongan yang jahat asal-usulnya. 3. Golongan yang asal-usulnya baik dan jahat. Manfaat mempelajari akhlak adalah untuk membuka mata hati seseorang agar dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, serta memberi penjelasan tentang bahayanya berlaku jahat. 2.
Terkadang hati dan iman kita sedang lemah, kita bisa jadi timbul rasa iri, mereka bisa segera meraih kenikmatan dunia, sedangkan kita terkadang sibuk denganmenuntut ilmu dan dakwah sehingga dunia tidak banyak kita dapat. Maka kita ajaklah mereka berlomba-lomba dengan akhirat misalnya -ketika mendengar teman sudah bisa punya rumah dengan membayar KPR maka kita katakan, kita juga sedang membangun rumah disurga dengan memakmurkan masjid dan amalan lainnya. -ketika mendengar anak tetangga lancar les bahasa inggris, maka kita katakan, anak kita sudah lancar bahasa Arab . -ketika mendengar teman sudah kulias S2 atau S3 di Amerika dan Eropa maka kita katakan, saya sudah menghapal sekian juz Al-Quran dan berpuluh-puluh hadits. Al Hasan Al Bashri mengatakan, إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة “Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka unggulilah dia dalam masalah akhirat.” Wahib bin Al Warid mengatakan, إن استطعت أن لا يسبقك إلى الله أحد فافعل “Jika kamu mampu untuk mengungguli seseorang dalam perlombaan menggapai ridha Allah, lakukanlah.” Sebagian salaf mengatakan, لو أن رجلا سمع بأحد أطوع لله منه كان ينبغي له أن يحزنه ذلك “Seandainya seseorang mendengar ada orang lain yang lebih taat pada Allah dari dirinya, sudah selayaknya dia sedih karena dia telah diungguli dalam perkara ketaatan.”[1] Jangan sering melihat kenikmatan orang lain dan lupa nikmat sendiri Janganlah kita sebagaimana orang yang melihat bagaimana kemegahan Qarun dan ingin menjadi seperti Qarun. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوْمِهِ فِي زِينَتِهِ ۖ قَالَ الَّذِينَ يُرِيدُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا يَا لَيْتَ لَنَا مِثْلَ مَا أُوتِيَ قَارُونُ إِنَّهُ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٍ “Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia “Moga-moga kiranya kita ini mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”. Al-Qashash 79 Inilah perkatan orang-orang yang cenderung terhadap dunia saja. Ibnu Katsir rahimahullah berkata, فلما رآه من يريد الحياة الدنيا ويميل إلى زخرفها وزينتها، تمنوا أن لو كان لهم مثل الذي أعطي “Tatkala qorun dilihat oleh mereka yang mengingikan kehidupan dunia dan cenderung kepada gemerlap dan perhiasannya maka mereka berangan-angan seandainya mereka sebagaimana Qarun diberi kenikmatan.”[2] Dan kita diperintahkan agar jangan terlalu silau dan terpana dengan kenikmatan orang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ “Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan di dunia untuk Kami uji mereka dengannya. Dan karunia Rabb-mu adalah lebih baik dan lebih kekal. “ Thaha 131 Melihat kenikmatan orang lain dan membanding-bandingkan dengan kita hanyalah membawa kesedihan dan menambah duka saja. Al-Baghawi rahimahullah berkata, قال أبي بن كعب من لم يعتز بعز الله تقطعت نفسه حسرات، ومن يتبع بصره فيما في أيدي الناس طال حزنه “Berkata Ubay bin Ka’ab Barangsiapa yang tidak merasa mulia dengan kemulian dari Allah akanmemutuskan dirinya sendiri dalam kerugian. Barangsiapa yang mengikuti pandangannya terhadap apa yang ada ditangan manusia maka akan semakin bertambah kesedihannya.”[3] NOTE bukan berarti kita tidak boleh mengejar dunia, tapi kejar dunia untuk orientasi dan tujuan akhirat “Dunia di genggaman, akhirat tetap di hati” Gedung Radiopoetro, FK UGM, Yogyakarta Tercinta Penyusun Raehanul Bahraen Artikel silahkan like fanspage FB , subscribe facebook dan follow twitter [1] Latha’if Al-Ma’arif Ibnu Rajab, hal. 244, Dar Ibnu Hazm, cet. I, 1424 H, syamilah [2] Tafsir Ibnu Katsir 6/255, Dar Thayyibah, cet. II, 1420 H, syamilah [3] Tafsir Al-Baghawi 3/281, Dar Ihya’ At-Turats, Beirut, cet. I, 1420 H, syamilah
Sebuahlubang peluru bundar di dadanya Puisi Untuk Sekolahku Puisi sederhana ini untukmu Ku persembahkan untuk sekolahku Tempat sederhana di mana aku belajar mungkin, adikku, kerana itu kita begitu terdesak untuk setiap apa yang kita susun dari seawal remaja Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi.